Ada Hal-Hal Yang Salah Di Matamu

Ada hal-hal yang salah di matamu dan tak pernah jelas apa sebabnya. Saban-saban ayam tetangga pulang ke kandangnya, kau berucap bahwa jerapah-jerapah itu memakan bulan. Pantaslah anakmu merongrong meminta penjelasan. Di Bone tidak ada jerapah, Puan!

Sampai kini pun aku masih tak mengerti mengapa semuanya berubah tiba-tiba. Berawal dari kau yang pulang sesudah aku pulang, lama setelah rembang petang. Padahal kau tahu, aku tahu, kalau kau tak pernah tak ada di rumah bila kelam telah memekat.

“Ada urusan, Kanda. Pagarri’ mi salangku,” lirihmu meminta maaf. Reda sudah amarahku, Puan. Mau bagaimana lagi?

Namun, aku tetap hakulyakin ada apa-apa yang terjadi padamu sore itu.

“Aku baik-baik saja, Kanda. Buat apa risau?” bantahmu saat petang selanjutnya, kala tumpah ruah seluruh rasa penasaran. “Tak payahlah kau mengkhawatirkan daku. Kerja saja sana yang keras, yang rajin.”

Aku mengangguk menyanggupi. Kau wanita yang kuat, Puan. Aku sempurna mengerti.

“Daku… daku tak ingin utang budi kita semakin membukit kepada Daeng Uncu.”

Pun aku, Puan. Lelah sudah hati ini rasanya menerima begitu banyak kebaikan beliau. Simpati yang menghimpit, rumit.

“Kanda, sebelum tidur nanti, maukah kau menyuruh pulang Amma Toa-mu yang tengah berbaring di lantai dapur? Bisa masuk angin dia.”

Puan, masihkah kau memintaku untuk tidak mengkhawatirkanmu?

Amma Toa telah mati setahun lalu.

*

Ada hal-hal yang salah di matamu dan aku mulai tak tahan. Sendok dan garpu yang bersanggama, serta kau yang geli setengah mati ketika menceritakannya. Langit-langit bumi serta bintang di kakimu. Laba-laba berbokong hati yang menjerat lalat hanya untuk dilepas kembali. Aih! Makin hari makin gila rasanya kita berdua!

“Sudah kaucoba periksa ke puskesmas?” tanya Ambe’ mendesak lirih.

“Sudah, Ambe’. Mereka bilang demam. Obatnya sudah kuminumkan,” jawabku seraya mengelus-elus kepala istriku yang tak henti-henti mengeluh kedinginan.

“Sudah ke Sanro’?”

Aku tertegun. Tak pernah terpikir olehku untuk meminta bantuan nonmateriil dari Daeng Uncu yang merupakan saudagar kaya juga dukun kampung yang terkenal itu. “Euh… itu… be-belum, Ambe’.”

“Minta beliau untuk datang ke sini.”

*

“Nah? Hendak apa kau ke mari, ndi?” tanya Daeng Uncu usai kuteriaki namanya berkali-kali.

“Istriku! Istriku, Daeng! Jatuh sakit! Ambe’ menyuruhku memanggil Sanro’ untuk menyembuhkannya. Tolong, Daeng! Selamatkanlah istriku!”

Dia hanya diam, menatapku tajam.

“Tolonglah Daeng! Aku mohon!”

Sedetik sebelum aku memutuskan untuk sujud di kakinya, senyum sinis terbit di wajahnya.

“Sudah kubilang tinggalkan saja oroane miskin sepertimu. Biar hidupnya senang, tak melulu susah. Eh makkunrai jalang itu malah memakiku. Sekarang matilah dia terkena doti!

Do-doti? Daeng… mengguna-guna istriku? BANGSAT!”

Belum sempat aku mendaratkan tinju di wajah buruk penuh keriputnya, seseorang menarik tubuhku.

Andi! Cepat! Rumahmu dilalap api!”

Kutengok langit di tenggara sana telah menghitam diselimuti asap, tepat di atas atap rumahku.

Puan!

Seberapa cepat pun kaki ini berlari, segalanya telah teramat terlambat. Sesampainya di sana, aku hanya disambut oleh kerumunan yang sibuk berteriak-teriak, panas yang menyengat, serta bau daging yang terbakar.

Dan di tengah hiruk pikuk yang sulit kumengerti, masih terdengar bisik istriku tepat di telinga.

“Tak lagi dingin, Kanda. Namun mengapa hangat ini terasa membakar?”

Ah, Puan! Seandainya kau mampu melihat jerapah-jerapah itu kini tengah memakan matahari.

***

Pagarri’ mi salangku : Maafkanlah kesalahanku (Bugis)

Ambe’ : Ayah (Bugis)

Amma Toa : Nenek (Bugis)

Sanro’ : Dukun kampung (Bugis)

Ndi, Andi : Dik, Adik (Bugis)

Oroane : Lelaki (Bugis)

Makkunrai : Perempuan (Bugis)

Doti : Guna-guna (Bugis). Di wilayah Bone, banyak folk belief yang berhubungan dengan ilmu-ilmu, guna-guna atau kepandaian tertentu yang dimiliki seseorang. Misalnya, perempuan utamanya gadis jangan sampai terlalu kasar jika menolak ungkapan cinta atau lamaran seorang lelaki. Sebab lelaki yang kecewa ditolak cintanya bisa masiri (malu merasa dilecehkan) dan mengirimkan doti. Efek dari doti ini antara lain sakit keras, melakukan hal-hal yang tidak masuk di akal dan bahkan kematian.

9 thoughts on “Ada Hal-Hal Yang Salah Di Matamu”

  1. Suka banget Kak, suka banget. Boleh saya bagi ke grup menulis kecil di rumah? Anak2 SMA isinya, biar mereka baca. Mereka sedang belajar menulis 😊

    1. Boleh, boleh Bang Ical. Untuk kata-kata kasarnya bisa dihilangkan. Tapi kayaknya umur segitu sudah mengerti baik-buruknya sesuatu. hehe.
      Aduh jadi pengen ikutan belajar bareng mereka 😦

      1. Aaaaaa, terima banyak Kak Zenaaa 😊😊😊

        Mereka harus dibiasakan dengan kalimat2 vulgar dalam sastra Kak, agar mereka belajar memilih nantinya 😃

Leave a reply to your favorite page Cancel reply